Senin, 18 Februari 2008
Langganan:
Postingan (Atom)
Takkan Lari Gunung dikejar
Salah satu alasan yang dikatakan remaja kepada saya setiap saya bertanya pada mereka ‘kenapa berpacaran?’, adalah karena takut orang yang mereka taksir itu direbut orang. Karena itu tidak sedikit remaja yang akhirnya berpacaran meski mereka sendiri nggak tahu apakah pacaran itu sekedar ‘cinta monyet’ atau memang serius untuk menikah. Walau dalam lubuk hati yang paling dalam saya percaya untuk yang terakhir itu nggak mungkin. Meeka kan masih sekolah, lagipula mereka masih lebih seneng main sendiri ketimbang ngurus anak. Karenanya sangat perlu dan mendesak untuk berbicara pada kamu, teman remaja, soal cara mencintai orang lain dan juga keyakinan tentang jodoh. Sebab, pacaran itu adalah perilaku yang muncul dari pemahaman, selama pemahaman itu nggak diluruskan, sepanjang itu pula budaya pacaran tidak hilang. Hal pertama yang meski diyakini dengan seyakin-yakinnya adalah kenyataan jodoh itu adalah rezeki. Dan, setiap muslim juga harus beriman bahwa rezeki itu adalah pemberian Allah. Dengan begitu kita juga mesti percaya kalau Allah sudah menetapkan besarnya rizki setiap manusia – bahkan hewan – di atas muka bumi ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya seseorang tidak akan mati sampai dipenuhi rizkinya”(HR. Ibnu Majah). Yuk, kita lihat. Berapa banyak orang yang pacaran bertahun-tahun ternyata berakhir dengan satu kata yang nyelekit : putus! Seorang kawan saya tinggal selangkah lagi menuju pernikahan – karena kekasihnya sudah dilamar dan calon mertuanya sudah ACC – ternyata batal, karena sang pujaan hati memilih ‘jalan’ bareng pria lain (duh tega banget). Ada juga kawan saya yang kenalan, eh dua minggu kemudian tahu-tahu married. Jodoh itu misterius, sama misteriusnya seperti kekayaan, kesehatan, penyakit dan ajal. Yang harus kita lakukan adalah yakin bahwa Allah pasti sudah memberikan rizkinya pada manusia. Masalah kapan dapatnya, dengan siapa, itu adalah perkara yang gaib. Maka, saya heran dan bingung melihat banyak remaja yang begitu ‘serius’ pacaran, malah sampai melakukan perbuatan yang jelas-jelas nyerempet pada zina – dan nggak sedikit yang berzina – dengan pacarnya. Padahal pacarnya nggak pernah memberikan komitmen apapun untuk naik ke pelaminan. Kalaupun iya mau ngajak married, buat apa juga nyerempet perbuatan haram. Ketika saya disekolah, ada teman-teman saya yang berbuat seperti itu. Kemana-mana berdua, termasuk berani pacaran di dalam kamar cowoknya, main pangku-pangkuan yang bikin kita jadi malu sendiri kalau melihatnya. Dan ketika kita semua lulus pacaran itupun bubaran, masing-masing menikah dengan gebetannya yang lain. Jadi jangan takut untuk tidak mendapat jodoh, untuk kemudian kita memilih pacaran. Karena itu jawaban yang sama sekali jauh dari kebaikan. Kan dalam pacaran ada ‘segudang’ aktivitas yang masya Allah bisa bikin Allah marah pada kita. Dalam pacaran ada genggaman tangan (dengan nafsu lagi), ada saling pandang (lagi-lagi dengan nafsu), berkhalwat, belum lagi kalau mereka yang berani ngelakuin pelukan atau istilah saya KNPI – Kissing, Necking, Petting, Intercourse --, yang kayaknya nggak perlu deh saya terjemahin utuh selain dengan dua kata; mendekati zina! Percayalah Allah itu Tuhan yang Mahaadil bagi manusia. Belum tentu cowok atau cewek yang kita pengenin saat ini baik buat kita. Nggak sedikit orang yang baru ‘ngeh’ kalau orang yang mereka cintai beberapa tahun yang lalu ternyata tidak baik buat mereka. Ya, cuma Allah yang tahu itu semua. Maka harap bersabar dan banyak berdoa pada Allah supaya kita dikasih pasangan hidup yang baik segalanya; dunia dan akhirat. Nggak usah deh kita ambil jalan pintas dengan cara pacaran. Juga, jangan lupa memperbanyak amal shaleh. Moga-moga dengan amal saleh itu Allah memudahkan kita untuk mendapatkan jodoh yang saleh/salehah. Amin!
“…Perempuan-perempuan yang baik untuk lelaki-lelaki yang baik dan lelaki-lelaki yang baik untuk perempuan-perempuaan yang baik…” [ QS: An Nur : 26 ]
“…Perempuan-perempuan yang baik untuk lelaki-lelaki yang baik dan lelaki-lelaki yang baik untuk perempuan-perempuaan yang baik…” [ QS: An Nur : 26 ]
Belajar Mengakui Kesalahan
Salah satu hal menyebalkan yang kita alami ketika bepergian naik angkutan umum adalah bertemu supir yang tidak disiplin. Berhenti di sembarang tempat, kebut-kebutan, dan kalau ngetem – menunggu penumpang – bisa bermenit-menit. Satu lagi yang menyebalkan adalah kalau mereka ngeles saat kita protes. Misalnya kalau kita menggerutu ngetemnya kelamaan, mereka akan ngeles, “Kalau mau cepat naik mobil sendiri aja.”
Kebiasaan ngeles, menghindari diri dari kesalahan, memang salah satu tabiat manusia, sebagai upaya pembelaan diri. Seperti kalau kita akan kena pukul, kita bisa menangkisnya atau menghindar. Begitupula saat kesalahan-kesalahan kita disebutkan, untuk menghindarinya kita akan melakukan taktik lama, lempar batu sembunyi tangan.
Lihatlah di koran-koran atau di televisi ada sejumlah politisi yang sangat mahir melepaskan diri kesalahan; dari tudingan korupsi, kedzaliman, dsb. Mungkin mereka pikir mereka adalah politisi yang ulung, bisa melepaskan diri dari berbagai kesulitan. Tapi orang banyak yang melihat sikap mereka sebenarnya muak dan menginginkan mereka segera turun dari jabatannya.
Begitupula saat kita melepaskan diri dari kesalahan, tidak mau bertanggung jawab, maka orang pun akan dongkol. Kemungkinan ia pun akan malas untuk terus hubungan dengan kita. Ketika kamu lupa mengembalikan buku pinjaman pada seorang teman lalu kita tidak merasa bersalah, besar kemungkinan temanmu akan mencap dirimu sebagai orang yang tidak bertanggung jawab. Atau ketika orang tuamu menegurmu karena tidak pernah merapikan bekas belajarmu, lalu kamu bilang, “Kenapa sih masalah kayak begitu aja dipersoalkan.” Itu tandanya kamu tidak akan pernah berubah.
Tidak mau mengakui kesalahan jelas merugikan dirimu sendiri. Hubunganmu dengan orang lain – kawan-kawan dan orang tua -- akan merenggang. Kamu juga akan selalu sibuk mencari-cari alasan untuk membela diri, memposisikan kamu sebagai orang yang benar, setiap kali kamu melakukan kesalahan. Kamu juga akan mulai menuduh orang-orang yang menegurmu sebagai ‘pencari-cari kesalahan orang lain’. Kamu merasa dirimu benar, padahal orang lain sebenarnya muak melihat sikapmu.
Orang yang tidak mau mengaku salah, jelas bukan ciri-ciri orang beriman. Karena seorang mukmin setiap kali berbuat salah, akan meminta ampun, beristighfar kepada Allah sebagai tanda ia bersalah dan memohon maaf atas segala kesalahan yang ia lakukan. Sabda Nabi saw:
“Setiap anak Adam adalah pembuat kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.”(HR. Ibnu Majah).
Kalau sikap ini terus menerus kamu lakukan, maka kamu akan terbiasa berbuat salah dan menutup telinga dari nasihat orang lain. Karena hati kita seperti kertas putih, bila terus menerus terkena noda hitam – dan kita tidak mau membersihkannya – lama kelamaan seluruh kertas itu menjadi hitam. Bukannya menakut-nakuti, suatu saat hati kita akan benci pada kebenaran dan jauh dari hidayah Allah. Nau’dzubillahi min dzalik.
”Sesungguhnya seorang mukmin apabila berbuat dosa akan ada di dalam hatinya noda hitam. Seandainya ia bertaubat, meninggalkanya dan memohon ampunan maka akan hilanglah noda hitamnya. Apabila ia menambah (dosa) niscaya akan bertambah, sehingga akan menutup hatinya.”(HR. Turmudzi).
Juga Firman Allah:
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang mereka usahakan itu menutupi hati mereka.”(Al Muthaffifin [83]:14).
Hal terbaik, dan satu-satunya yang benar, yang harus kita lakukan pada saat kita berbuat salah adalah mengakuinya. Hilangkan pikiran bahwa mengaku salah itu akan menjatuhkan kehormatan dan harga diri kita. Yang terjadi adalah sebaliknya, orang lain justru akan melihat kita sebagai orang yang jujur, bisa dipercaya, dan bertanggung jawab. Allah pun akan memuji kita seandainya kita mengaku salah, memohon ampunannya dan meninggalkan perbuatan salah itu.
Jadilah orang yang ikhlas menerima nasihat dari orang lain. Tanggapi setiap kritikan dan teguran dari orang lain dengan prasangka baik bahwa mereka ingin menolong kita, bukan mencari-cari kesalahan kita. Belajarlah untuk mengucapkan kata ‘maaf’. Itu jauh lebih baik daripada mencari-cari alasan pembenaran atas kesalahan kita.
Tinggalkan pula kata ‘tapi’ ketika kita mengaku salah dan meminta maaf. Tambahan kata 'tapi' menunjukkan hati yang belum ikhlas meminta maaf dan mengakui kesalahan. Banyak orang yang mengaku salah hanya saja mereka iringi dengan kalimat berawalan ‘tapi kan …’ yang selanjutnya adalah alasan agar orang lain memaklumi kesalahan kita, atau melemparkan kesalahan pada orang lain.
Bila apa yang terjadi adalah kesalahpahaman, orang lain menyangka kamu berbuat sesuatu yang salah, padahal kamu bermaksud lain, maka jelaskan dengan baik-baik keadaan sebenarnya. Ketika kamu datang terlambat karena jalanan macet, dan teman-teman yang menunggumu menyalahkan dirimu, mengapa tidak minta maaf terlebih dahulu sambil menjelaskan keadaan yang menimpamu. Bersikap ngotot apalagi balas menyalahkan orang lain hanya akan menjatuhkan kebaikan kita di hadapan orang lain. Tentu saja, permintaan maaf dan pengakuan salah itu harus kita barengi dengan niat kuat untuk tidak mengulangi kesalahan kita.
Bersikap rendah hati, tidak merasa diri sendiri yang paling benar, adalah sikap yang mulia. Pasanglah prinsip kebenaran itu hanyalah milik Allah, maka orang lain akan menghargai kita. Allah pun sangat cinta pada orang-orang yang rendah hati. FirmanNya :
"Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya."(Al Kahfi [18 :103-104).
“(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.“(An Najm [53] :32).
Sifat ikhlas dan rendah hati adalah sifat orang-orang yang mulia. Bahkan Nabi Muhammad saw. saja adalah orang yang memiliki sifat ikhlas dan rendah hati, walaupun beliau seorang nabi. Para sahabat dan ulama terdahulu juga mewarisi sifat terpuji ini. Suatu ketika seorang ulama terkenal di Basrah yang bernama Ubaidillah bin Al Hasan Al Ambary, tengah mengurus jenazah. Seseorang mendatanginya dan bertanya masalah agama. Beliau pun menjawabnya. Muridnya, Abdurrahman bin Mahdi, mendengar jawaban gurunya keliru, lalu ia meluruskannya, “Semoga Allah memperbaiki kesalahanmu. Jawaban pertanyaan itu seharusnya begini dan begini.“ Bagaimana sikap sang guru yang ditegur muridnya, apakah ia marah, tetap mengaku benar dan tidak mau kalah? Tidak. Dengan jujur ia berkata, “Kalau begitu aku akan mengikuti kebenaran dan aku sangat kecil dibandingkan kebenaran. Menjadi ekor sebuah kebenaran lebih kusukai daripada menjadi pemimpin dalam kebatilan.” Beliau pun meralat jawabannya. Inilah ciri seorang yang ikhlas dan rendah hati, tunduk pada kebenaran.
Hey remaja, kamu juga bisa bersikap seperti para nabi dan ulama. Salah satunya adalah menjadi orang yang jujur untuk mengakui kesalahan, tidak malu meminta maaf, dan tidak orang yang selalu mencari alasan. Tidak perlu menunggu sampai kamu tua untuk menjadi orang yang saleh dan bijaksana. Sekarang pun kamu bisa melakukannya.
Jangan Jadi Pembebek
Bebek itu identik dengan orang yang selalu menyetujui dan mengikuti apa saja yang dilakukan orang lain. Mereka selalu ‘membebek’ apa kata orang tanpa mau berpikir panjang apakah yang diikuti itu benar atau salah. Maka pesan saya jangan jadi bebek. Jangan jadi orang yang selalu membenarkan ‘kesalahan’ orang lain, apalagi mencari-cari alasan untuk mendukung mereka.
Para pembebek itu sebenarnya tidak akan pernah menjadi dirinya sendiri, bahkan tidak pernah merasa bahagia, dan sulit untuk mendapatkan kesuksesan. Hidup mereka berada di bawah bayang-bayang orang lain, yaitu orang yang mereka ‘bebeki’.
Kalau kamu adalah remaja yang percaya diri, mengapa selalu membenarkan dan mengikuti orang lain? Jadilah remaja jenius, remaja yang kreatif, berani membuat perbedaan dengan orang lain. Tentu dalam hal yang positif. Salah satu kunci sukses para penemu barang-barang ‘ajaib’ di dunia adalah karena mereka melepaskan pakaian ‘bebek’ mereka. Mereka ogah menjadi pengekor, mengikuti arus, tapi ingin memberikan sesuatu yang lain pada masyarakat.
Kalau ilmuwan muslim seperti Al Khawarizmi tidak mengembangkan ilmu hitung, maka dunia tidak akan mengenal ilmu matematika. Tapi beliau tidak mau mengekor ilmu hitung yang sudah ada, beliau lalu mengarang buku Al Jabr wa Al Muqabalah. Ilmu Aljabar yang sampai sekarang kamu pelajari di sekolah dan di perguruan tinggi adalah jasa beliau. Kalau Ibnu Sina membebek perkembangan ilmu fisika dan medis yang waktu itu berkembang, ia takkan pernah dikenal orang sebagai seorang ilmuwan jenius. Tapi karena ia bukan seorang pembebek ia pun berhasil menghasilkan sejumlah karya besar. Ibnu Sina menemukan termometer pengukur suhu udara,dan mengemukakan ‘teori’ infeksi penyakit pada tubuh manusia. Ada lagi Mansur Ibnu Muhammad sebagai ilmuwan pertama yang menggambarkan organ tubuh manusia yang belum pernah ditemukan para ilmuwan Yunani, lalu ada Ibnu Nafis orang pertama yang menemukan sirkulasi darah jauh sebelum ilmuwan Barat William Harvey menemukannya.
Kamu bisa bayangkan kalau semua mobil dan motor di dunia ini masih memakai ban mati dari kayu atau besi, pastinya perjalanan kita tidak akan pernah senyaman sekarang. Tapi karena keberanian dan kreativitas seorang Goodyear yang menemukan ban karet seperti sekarang ini, kendaraan kita pun nyaman dinaiki. Atau kalau seorang Alexander Graham Bell dan Marconi membebek pada sistim komunikasi di jamannya, orang tidak akan mengenal radio dan telepon. Mungkin kita masih memakai surat untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang jauh jaraknya. Masih banyak lagi tokoh-tokoh dunia, baik muslim ataupun non-muslim, yang meraih sukses karena mereka ogah menjadi pembebek.
Mulailah untuk tidak menjadi bebek dari hal-hal yang kecil. Untuk bisa menguasai komputer jangan tunggu ortu ngasih duit untuk kursus, cobalah untuk otodidak, membaca buku atau bertanya pada teman. Kreatiflah dalam belajar, carilah cara menghafal pelajaran yang sulit. Ada kakak kelas saya yang berhasil membuat rumus hitungan sederhana untuk reaksi kimia karbon yang sulit. Sampai sekarang rumus itu terus diwariskan kepada adik-adik kelas kami. Itulah buah kreativitas.
Jadi kalau kamu ingin remaja yang berhasil tinggalkanlah baju bebekmu, berani tampil beda, kritis, dan berani mencoba hal-hal yang baru. Jangan pernah takut untuk kreatif, jangan juga ragu untuk melawan arus. Dunia tidak akan pernah lebih baik kalau semua orang hanya menjadi pembebek.